Apakah makan Tubuh Kristus dan minum Darah-Nya merupakan kanibalisme?


Kebanyakan orang yang salah paham dan menyangka bahwa Gereja Katolik mempraktekkan kanibalisme, tidak mempunyai dasar pemahaman tentang adanya perbedaan antara hakekat dan rupa, yang ada pada semua ciptaan. Sebagai contoh, pada manusia, ada hakekat (essense), dan ada rupa (accidents). Hakekat kita sebagai manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang terdiri dari tubuh dan jiwa, yang diciptakan menurut citra Allah. Sedangkan rupa kita bermacam-macam, yaitu apa yang nampak ada pada tubuh, seperti tinggi badan, warna kulit, ciri-ciri tubuh, rupa wajah, dst, yang bisa berbeda-beda pada masing-masing individu. Pada roti/ hosti dan anggur juga terdapat hakekat dan rupa. Hakekat hosti adalah semacam roti yang terbuat dari gandum, rupanya putih pipih bundar, dengan ciri-ciri tertentu. Demikian juga dengan minuman anggur.
Nah, perkataan sabda Allah dalam konsekrasi mengakibatkan terjadinya Transubstansiasi yaitu, perubahan hakekat roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, walaupun rupanya tetap roti dan anggur. Mekanisme fisik yang terjadi dalam Komuni kudus adalah kita memakan rupa roti dan anggur, namun yang hakekatnya sudah diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Dalam perayaan Ekaristi, tidak ada proses memakan tubuh dengan memenggalnya hingga berdarah-darah seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang mempraktekkan kanibalisme. Dalam Ekaristi, kita memakan Tubuh dan Darah Kristus itu secara sakramental, yang artinya memang kita sungguh memakan Tubuh dan Darah Kristus, namun dalam rupa roti dan anggur.
Dengan memahami pengertian ini, maka tidak benarlah tuduhan bahwa umat Katolik mempraktekkan kanibalisme pada saat menyambut Komuni kudus. Sebab definisi kanibalisme (menurut Merriam- Webster, ataupun Online Dictionary) adalah ritual memakan daging manusia, oleh manusia yang lain, yang melibatkan perbuatan kejam yang tidak manusiawi. Namun yang dimakan dalam perayaan Ekaristi adalah Tubuh dan Darah Kristus, tapi bukan dalam rupa tubuh dan darah-Nya melainkan dalam rupa roti dan anggur. Selain itu, juga tidak ada tindakan yang kejam ataupun tidak manusiawi dalam perayaan Ekaristi. Yang ada adalah tindakan Roh Kudus, yang dengan kuasa-Nya menghadirkan kembali kurban Kristus yang satu dan sama itu, hanya saja dengan cara yang berbeda. Demikianlah yang diajarkan oleh Katekismus Gereja Katolik:
KGK 1367    Kurban Kristus dan kurban Ekaristi hanya satu kurban: “karena bahan persembahan adalah satu dan sama; yang sama, yang dulu mengurbankan diri di salib, sekarang membawakan kurban oleh pelayanan imam; hanya cara berkurban yang berbeda”. “Dalam kurban ilahi ini, yang dilaksanakan di dalam misa, Kristus yang sama itu hadir dan dikurbankan secara tidak berdarah… yang mengurbankan diri sendiri di kayu salib secara berdarah satu kali untuk selama-lamanya” (Konsili Trente: DS 1743).
Hal memakan Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa roti dan anggur, itu diajarkan dan diperintahkan oleh Kristus sendiri dalam Perjamuan Terakhir (Mat 26:20-29; Mrk 14:17-25; Luk 22:14-23; 1Kor 11:23-25). Maka jika sekarang Gereja Katolik menghadirkan kembali kurban Tubuh dan Darah Kristus secara sakramental, itu adalah untuk melestarikan perintah Kristus sendiri, “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Luk 22:19). Selanjutnya tentang Ekaristi sebagai Kurban Kristus, klik di sini, dan Ekaristi sebagai Perjamuan Sorgawi, klik di sini.
Sejujurnya, sejak awal, saat Kristus mengajarkan bahwa barangsiapa ingin memperoleh hidup yang kekal, orang itu harus memakan Tubuh Kristus dan minum Darah-Nya banyak orang sudah mengalami kesulitan untuk menerima ajaran ini. Yesus bersabda, “… sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal… (lih. Yoh 6:53, 54). Injil Yohanes mencatat betapa perkataan Yesus ini sulit diterima oleh para pendengarnya saat itu, “Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan…. ” (Yoh 6:52) Banyak pengikut Yesus yang pergi meninggalkan Dia, setelah mendengarkan seluruh pengajaran bahwa Yesus adalah Sang Roti Hidup yang turun dari Surga, dan yang tubuh-Nya harus dimakan oleh orang-orang yang ingin memperoleh hidup yang kekal. “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh 6:60) demikian tanggapan dari banyak murid-murid Yesus. Alkitab mencatat, “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.” (Yoh 6:66) Mungkin saja, mereka menolak ajaran ini sebab sepertinya bertentangan dengan ajaran kitab Taurat Musa, yang mengatakan bahwa di dalam darah ada nyawa, maka manusia dilarang meminum darah mahluk lainnya (lih. Im 17:14). Mereka belum sampai kepada pemahaman bahwa justru ketentuan Taurat Musa itu diberikan Allah untuk mempersiapkan bangsa Israel kepada penggenapannya di dalam Kristus. Sebab memang dengan pengorbanan-Nya di salib untuk menebus dosa-dosa kita, Kristus memberikan Darah-Nya bagi kita, agar dengan kita meminumnya kita memperoleh ‘nyawa’-Nya/ jiwa-Nya, sehingga kita dapat memperoleh kehidupan ilahi dan kekal yang berasal dari Allah sendiri.
Maka untuk kebenaran yang indah ini, Yesus tidak merevisi ajaran-Nya, meskipun banyak orang meninggalkan Dia. Kristus tidak berusaha memanggil mereka kembali dengan mengatakan bahwa yang dimaksudkan-Nya adalah memakan roti dan anggur yang hanya merupakan lambang dari Tubuh dan Darah-Nya, atau hanya memakan-Nya secara rohani. Sebaliknya, Yesus malah menegaskannya, dengan bertanya kepada kedua belas murid-Nya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”, (Yoh 6:69) sebab Ia rela ditinggalkan oleh semua murid-Nya, namun Ia tidak akan mengubah ajaran-Nya ini. Namun, syukurlah, demikianlah jawab Simon Petrus kepada-Nya: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yoh 6:69) Gereja Katolik, berpegang pada pengajaran para Rasul yang dipimpin Rasul Petrus ini, selalu dengan teguh dan setia mengajarkan bahwa dalam Ekaristi, roti dan anggur sungguh-sungguh diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, oleh kuasa Sabda Allah, walaupun rupanya tetap roti dan anggur.
Archbishop Fulton Sheen mengatakan, bahwa menarik untuk disimak bahwa justru pada saat inilah, yaitu setelah Yesus mengajar tentang Roti Hidup, Yesus menyebutkan tentang pengkhianatan Yudas Iskariot. Menanggapi jawaban Petrus, Yesus berkata kepada para Rasul-Nya: “Bukankah Aku sendiri yang telah memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis.” Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah yang akan menyerahkan Yesus, dia seorang di antara kedua belas murid itu…” (Yoh 6:70-71). Yesus mengetahui bahwa Yudas telah berniat meninggalkanNya, sama seperti para murid-Nya yang lain yang meninggalkan Dia karena tidak dapat menerima pengajaran Yesus tentang Roti Hidup. Mereka tak dapat menerima bahwa Yesus menghendaki agar para pengikut-Nya makan Daging-Nya dan minum Darah-Nya agar mereka dapat memperoleh hidup yang kekal (Yoh 6:53-54). Mereka tidak dapat menerima bahwa cara inilah yang dipilih Yesus untuk tinggal di dalam diri para murid-Nya (Yoh 6:56; 15:4-5), agar dapat mengubah mereka untuk menjadi semakin menyerupai Dia.
Semoga kita tidak meragukan kebenaran ajaran Yesus ini tentang Roti Hidup. Mari berkata bersama dengan Rasul Petrus, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal…. Mungkin kami tidak dapat memahami sepenuhnya bagaimana itu bisa terjadi bahwa roti dan anggur dapat Kau-ubah menjadi Tubuh dan Darah-Mu, walaupun rupanya tetap roti dan anggur. Namun kami percaya, tiada yang mustahil bagi-Mu. Semoga dengan kami melakukan kehendak-Mu, yaitu dengan menyambut Tubuh dan Darah-Mu dalam Ekaristi, kami Kau hantarkan kepada kehidupan kekal yang Engkau janjikan.”

Comments

Popular Posts